Ini adalah sepenggal adegan cerita yang pernah ku tulis. Judulnya Lope Luv. Nggak tau kenapa aku ngasih judul itu. Mungkin itu nggak ada artinya, yang jelas ini tentang cinta. Cerita ini udah lama ku buat, tapi nggak pernah selesai karena selalu ada ide baru yang bermunculan, dan akupun akhirnya menghentikan cerita ini dan bersambung untuk menulis cerita yang lain. Baiklah, langsung saja.. ini dia, sepenggal cerita dari Lope Luv. Happy reading dear ^^
Derap langkah kaki menyelinap dikegelapan malam yang tak
lama berselang. Jam menunjukan pukul 7.20. Seuntai kaki terlihat. Putih,
terpancar sinar lampu jalanan. Perlahan
kaki itu terhenti pada pintu gerbang yang tak asing. Sesosok gadis berdiri
manis. Dengan dress mini yang ia kenakan. Nampak ia sedang bingung.
Menoleh-nolehkan kepalanya tak jelas. Namun kebingungannya terjawab, kala ia
temukan sebuah papan terpampang tepat disamping gerbang dimana ia berdiri.
Didekatinya papan itu dengan ragu-ragu. Didapatinya sebuah panah penunjuk
jalan. Tanpa berpikir panjang, diikutinya tanda panah itu dengan yakin.
Beberapa kali didapatinya tanda itu, membawanya sampai ketengah lapangan yang
tiba-tiba saja terang bagaikan siang. Matanya terbelalak. Tak menyangka dengan
apa yang dilihatnya saat itu. Sebuah spanduk besar, terpasang ditengah lapangan
yang luas. Ditambah lampu-lampu yang berkelap-kelip. Dan satu buah meja lengkap
dengan bunga, serta lilin kecil telah tersusun rapi. Sungguh diluar dugaan. Gadis
itu lantas tertawa kecil. “so sweet“. Seketika kata itu terucap dari bibirnya yang merah. Ia berputar-putar
perlahan, menikmati indahnya suasana yang ia dapat malam itu. Hanya saja,
beberapa menit berselang, Tak jua nampak satu orangpun di balik ini semua.
Gadis itu terdiam sejenak. Mengamati tulisan yang terpampang dispanduk besar.
“ Hati ini tlah letih, menunggu asa yang tak pasti, untuk menuju
titik bahagia, dan berharap semuanya kan menjelang. Ini ku persembahkan untuk
bidadari yang terkasih “.
Kata-kata yang
menyentuh. Tergores dispanduk biru muda yang bersih. Dihiasi dengan beberapa
lambang hati. Mendadak, muncul seorang laki-laki. Tegap ia berjalan.
Membelakangi gadis yang tengah asik membaca tulisan dispanduk itu. Pelan ia
mendekat.
“Eheem…”,
laki-laki itu berdehem. Sigadis sigap berbalik arah, mengembangkan senyum yang
lagi-lagi terpancar. Begitupun laki-laki itu, tersenyum dan terlihat rapi
dengan baju yang ia kenakan. Tapi senyum dari gadis cantik itu tak lagi
terlihat. Yang tertinggal hanyalah raut wajah heran, dan terpaku menyaksikan
laki-laki yang berada didepannya. Ia mengernyitkan dahi.
“ Jadi?!!!”,
gadis itu berujar. Menebak bahwa yang terjadi malam itu tlah direncanakan oleh
sang laki-laki tersebut. Laki-laki mengangguk pelan, dan tersenyum lagi.
Sigadis pun lantas tertunduk lesu. Perasaan kecewa mulai menghampiri. Ternyata
apa yang ia pikirkan, tak sama hal nya dengan kenyataan yang ada. Laki-laki itu
lantas menarik tangan sang gadis dan menyeret langkah menuju meja yang telah
tersedia ditengah lapangan. Gadis itu tak bereaksi, hanya menundukan kepalanya
dan mengikuti permainan sang laki-laki. Satu menit berselang, sampailah mereka
ketempat yang dituju. -
Dirumah. Arya
terlihat begitu antusias. Dengan kaos kuning yang dikenakannya, dan jaket jeans , menggerakan langkahnya dengan pasti, keluar rumah, dan berjalan menuju
motor nya. Menstater motor itu, dan motor
itupun siap dikemudikan. Membawa Arya ketempat yang ia tuju. Perasaan senang
kala itu menyelimuti hatinya. Hingga menghantarkan niatnya menemui Prita.
Didalam perjalanan, Arya begitu santai menikmati semilir angin malam yang
bertiup. Sesekali bersiul kecil. Seraya melirik jam tangan yang melingkar
ditangan. Tak sabar menemui sang pujaan hati. Dan tak terasa, tiga puluh menit
telah berlalu dari keberangkatannya tadi. Namun seketika pandangannya tertuju
pada sebuah tempat yang tak asing tapi tak biasa. Sebuah sekolah dimana ia
menghabiskan waktunya sehari-hari menuntut ilmu, nampak begitu terang dengan
cahaya lampu yang gemerlap. Ia mengernyitkan dahi kemudian. Tak ayal, rasa
penasaran pun muncul dari kebingungannya. Ia kemudian menepi. Menstandarkan
motornya dan turun mendekati sekolah tersebut. Tanpa berpikir apa yang tengah
terjadi didalam gedung sekolah, ia mulai masuk dan mengikuti tanda panah yang
telah lama terpajang. Hingga membawanya jauh kedalam suasana sekolah yang sepi
meski terlihat terang. Sampai saatnya ia menyaksikan, sebuah tontonan yang tak
pernah terlintas dipikirannya sedikitpun. Didapatinya Prita dan Angga. Duduk
berdua dalam satu meja dengan suasana yang romantis. Melihat peristiwa itu dari
kejauhan, Arya benar-benar tak percaya. Berulang kali ia yakinkan kedua matanya
bahwa gadis yang dilihatnya itu bukanlah
Prita yang ingin ia temui malam itu. Diusapnya kedua mata. Dan kembali mengamati
apa yang nampak dari kejauhan. Kali ini ia benar-benar yakin bahwa gadis cantik
yang berada satu meja dengan laki-laki itu ialah Prita. Perasaan cemburu pun
tak dapat ditepis. Mengalahkan rasa tidak percaya yang berubah menjadi kebisuan. Ia terhayut dalam
lamunan sesaat. Tubuhnya lemas seketika. Mata yang tadinya bersinar, redup dalam
kedipan mata yang penuh keputusasaan. Memerah, meluapkan sejuta kecewa. Senyum
itu tak pula terlihat seperti beberapa menit yang lalu. Arya mengibaskan
rambutnya belakangnya. Mendesah perlahan.
Sementara itu,
dari tengah lapangan. Prita terlihat tak menikmati surprise dari Angga. Sejak ia mengetahui
bahwa Angga yang berada dibalik semua ini, Prita tak mampu lagi untuk berujar.
Mengungkapkan apa yang ia rasakan. Hanya menundukan kepalanya, dan sesekali
mengangkat kepala itu seraya tersenyum kecil.
“Gimana? Lo
suka?”, tanya Angga, mehapus ketegangan yang terjadi antara mereka. Namun Prita
hanya tersenyum. Perlahan, Angga mengangkat tubuhnya. Bergerak kearah Prita
tanpa ragu. Kali ini Prita benar-benar terjepit keadaan yang tak seharusnya ia
alami. “Ngga, loe harus tetap disitu, jangan mendekat, jangan!!!!!", Prita
membatin. Akan tetapi, tak urung kalimat itu terwujud, Angga telah sampai pada
maksud hatinya. Ia tepat berada disamping Prita. Menatap gadis itu penuh
hasrat. Dijamahnya tangan kecil Prita yang berada diatas meja tanpa permisi.
Dengan sigap Prita menarik tangannya. Berusaha menenangkan keadaan yang tak ia
inginkan. “Apa yang
harus gue lakuin?”, lagi-lagi Prita bergumam dalam hati.
“Kenapa?"
“ Oh, ng..
nggak.”
Kalimat itu
terucap dari mulut Prita dengan terbata. Angga mengalihkan pandangannnya.
Mencoba untuk menetralisir keadaan, dan menenangkan hatinya yang tak tentu.
Tapi, saat itupula ia menyadari akan adanya seseorang yang tak diundang hadir
dalam acaranya. Lantas Angga tersenyum. Aryapun kian geram, dalam
ketidakberdayaanya menyaksikan semua itu. Sementara Prita, masih dengan
perasaan galau, berusaha untuk keluar dari situasi yang sulit ini. Angga memang
seorang laki-laki yang baik. Prita pun tak pernah mengganggap bahwa Angga
bukanlah tipe laki-laki yang dia inginkan. Hanya saja, perasaannya terhadap Arya
sulit untuk ia hilangkan, terlebih saat ini hubungannya dengan Arya semakin
dekat dan nyaris jadian.
Angga menggenggam
tangan Prita kembali, dan kali ini Prita membalas genggaman tangan Angga sambil
berujar pelan.
“Ngga,
selama ini gue tau apa yang lo rasain kegue”, ucap prita sembari menetap tajam
kearah mata Angga. “Gue berterimakasih banget karna lo udah peduli gue, mau tau
tentang gue, sayang sama gue, tapi gue belum bisa jadi apa yang lo mau
sekarang.”
Mendengar
perkataan itu Angga terkulai layu, perasaannya hancur seketika. Wajah yang
tadinya menatap kerah Prita, kini menunduk tak berdaya.
“Angga
liat gue!”, pinta Prita ke Angga, seraya mengangkat wajah Angga untuk kembali
menatap matanya. “Lo itu baik.” Prita terdiam sejenak.
“Lo nggak
pantes dapet perlakuan kaya gini dari gue, dan lo juga nggak bisa kaya gini
terus. Gue yakin lo bisa dapet yang lo mau, tapi bukan gue. Kita masih bisa
temenan kan? Jadi mohon, lo nggk perlu ngelakuin semua ini, gue juga jadi
ngerasa bersalah. Maaf banget Ngga. Gue harap lo ngerti!” Ucap Prita lirih.
Prita tak mampu untuk berucap lagi, karna ia tahu, dengan kata-katanya tadi,
itu telah melukai perasaaan Angga yang terdalam. Tapi ia harus lakukan itu agar
Angga mengerti jika Prita tak menyambut cintanya.
“Gue
ngerti!!”, jawab Angga kemudian. “Dan sekarang lo boleh pergi”, pinta Angga ke
Prita. Namun Prita tak beranjak, masih diam terpaku menatap Angga penuh iba.
“Gue
bilang lo pergi!”, pinta Angga kembali, dan kali ini agak sedikit membentak.
Prita terperanjat.
“Angga…”,
ucap Prita memelas. Namun kali ini Prita menyadari dan memahami bahwa dia
pantas mendapatkan itu. Prita pun berdiri, beranjak meninggalkan Angga.
Perlahan ia langkahkan kakinya, tapi masih berharap Angga akan memaafkannya,
menerima semua yang terjadi dan menganggap bahwa kejadian ini tak akan membuat
mereka bermusuhan.
“Gue nggak boleh nangis. Ini memang yang harus gue lakuin.”
Prita berujar
dalam hati, seraya berjalan pelan meninggalkan Angga sendirian dengan keterpurukan
hatinya. Dan tanpa terasa, air matapun menetes dan membasahi kedua pipi Prita.
Ia tak sanggup untuk memungkiri, bahwa ada hati yang terluka karnanya.
Harapan
Angga pun telah pupus. Surprise yang tadinya
diharapkan akan meluluhkan hati Prita, malah berbalik keadaan. Belum sempat ia
nyatakan cintanya, ungkapkan isi hatinya, Prita malah memintanya untuk
menyerah. Hati siapa yang tak teriris. Dan tak ada juga yang pantas untuk di
salahkan. Cinta itu tak mampu memaksa hati Prita untuk merasakan demikian.
Sementara itu
Arya pun telah lama meninggalkan Prita dan Angga semenjak ia menyaksikan Prita
menggenggam tangan Angga. Saat itu perasaan Arya terhadap Prita pun berubah
jadi amarah dan kekecewaan. Arya berpikir bahwa Prita telah mengkhianatinya.
Kejadian tadi siang di UKS sekolah, membuat Arya tak habis untuk berpikir, apa yang sebenarnya Prita inginkan. Dan tanpa di sadari oleh Prita, kini ada dua hati
laki-laki yang terluka karnanya. -